Pelangi Untuk Sri
Pelangi Untuk Sri
Oleh: Elin DS
Setelah meletakkkan cangkir kopi di atas meja, pandangan Sri beralih ke
layar televisi yang sedang menanyangkan pemulangan TKI illegal dari
Malaysia. Sering terjadi, terulang lagi dan lagi. Merantau tanpa surat-surat resmi
dan ketrampilan, hanya akan menjerumuskan diri sendiri. Bukan uang yang
didapat, melainkan siksaan dan penjara.
Berita penyiksaan, gaji yang
tidak dibayar, kurang makan dan tidur menjadi permasalahan yang sering dihadapi
TKI di negeri Jiran. Pikiran Sri melayang dua belas tahun silam, saat suaminya harus
dirumahkan karena mengalami cacat fisik karena kecelakaan kerja. Uang pesangon
dan asuransi sudah habis untuk berobat, anak-anak butuh makan dan uang sekolah.
Belum lagi kontrakan sudah tiga bulan belum dibayar.
“Sri…Sri!” terikan Bu Imah
pemilik kontrakan mengema di pagi itu.
“Iya, Bu.” Sri gemetar
menjawab sambil membuka pintu rumah. Dia sudah mengetahui apa tujuan Bu Imah
pagi itu.
“Bayar kontrakanmu! Kalau
tidak, besok pagi kalian harus angkat kaki dari sini!”
“Tapi…Bu.”
“Tidak ada tapi-tapian. Bayar
atau Pergi!’’
Sri terduduk lemas di teras
setelah Bu Imah pergi. Jangankan uang untuk membayar kontrakkan. Hari ini beras
yang ada tinggal satu gelas sudah dijadikan bubur supaya bisa dimakan empat
orang.
Akhirnya, Sri dan keluarganya
meninggalkan kontrakkan untuk pulang ke kampung. Di kampung masih ada orang
tua dan saudara. Sementara suami Sri tidak mempunyai saudara dan kedua orang
tuanya juga sudah meninggal. Setelah tiba dikampung dan menitipkan anak dan
suami pada orang tuanya, Sri bergegas pergi ke penyalur tenaga kerja ke luar
negeri untuk mendaftar menjadi TKW. Tekadnya sudah bulat, Sri ingin mempunyai
rumah, membiayai anak sekolah dan mempunyai usaha sendiri.
Lima bulan di penampungan Sri
akhirnya bisa terbang ke Hong Kong untuk bekerja. Di negara ini Sri mendapat
libur setiap hari minggu. Setiap liburan dia gunakan untuk menambah ketrampilan yang diadakan oleh organisasi
buruh migran dan lembaga-lembaga yang peduli dengan nasib para pahlawan devisa.
Di saat teman-teman Sri asyik
shoping dan jalan-jalan. Sri memilih membeli kain untuk dipotong setelah
dibuatkan pola, kemudian dijahit menjadi baju. Ejekan dan cibiran dari
teman-temannya tidak membuat dia malu atau pun berhenti berkarya. Baginya tidak
selamanya dia bekerja di luar negeri. Saat pulang nanti tidak hanya uang yang
dibawa tetapi juga ketrampilan untuk usaha di rumah.
Sementara itu di kampung, suami
Sri membeli tanah dari uang kirimannya. Sebagian untuk rumah. Sisa lahannya
untuk kebun sayur-sayuran dan kandang ayam, Sehingga suami Sri bisa bekerja
sekaligus merawat anak-anak mereka.
Sepuluh tahun bekerja di Hong
Kong akhirnya Sri memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Berbekal ketrampilan yang
dia pelajari saat liburan, Sri membuka jahitan di rumah. Dalam jangka dua tahun,
usaha Sri sudah berkembang. Pelanggangnya puas karena jahitannya rapi dan model
baju buatannya juga up to date. Tanpa terasa air mata Sri menetes
mengingat itu.
“Bu! Ditanya kok malah nangis.”
Suami Sri menempuk pundaknya.
“Ingat dua belas tahun silam,
Pak.”
“Roda kehidupan itu berputar.
Ada sedih ada bahagia. Ada tangis ada tertawa. Setelah hujan melanda. Saat ini
ada pelangi untuk Sri.”
Sri tersenyum mendengar ucapan
suaminya. Dia bersyukur kerja kerasnya selama ini sudah berbuah. Saat ini dia tinggal
memetik hasilnya.
*****
Posting Komentar untuk "Pelangi Untuk Sri"
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar. Insya Allah saya akan berkunjung balik. Bila berkenan bisa saling follow aku media sosial saya yang lain.